Breaking News

Minggu, 29 Januari 2017

SEPOTONG SURGA ANDALUSIA YANG HILANG

Sebagai muslim tentu kita bangga sekaligus sedih ketika mendengar nama Andalusia. Bahkan Maria Rosa Menocal (2006) menyebut dengan novelnya “Sepotong Surga di Andalusia”. Andalusia, suatu tempat yang indah, di dalamnya literatur, sains, dan seni berkembang secara harmonis. Itulah  kejayaan Islam di Andalusia (kini Spanyol selatan). Sebuah catatan sejarah yang mengagumkan.  Berdirinya pemerintahan Islam di Andalusia bermula ketika Thariq bin Ziyad bersama pasukannya, berhasil memasuki Spanyol pada Ramadhan 92 H. Mereka memasuki wilayah itu melewati selat di antara Maroko dan Spanyol yang kemudian dinamai Jabal Thariq (Gibraltar) di teluk Algeciras. Kala itu, seluruh wilayah Islam masih menyatu di bawah kepemimpinan Khalifah al-Walid dari Bani Umayah.

Andalusia tunduk dalam pemerintahan Islam dari tahun 92 H/711 M s/d tahun 797 H/1492 M. Islam berhasil mengubah wilayah di daratan Eropa itu menjadi simbol kegemilangan peradaban dan kekuatan kaum muslimin. Para sejarawan yang meneliti negeri Andalusia banyak menceritakan bagaimana umat Islam yang bercokol di wilayah itu berhasil memberikan sumbangsih bagi peradaban dan ilmu pengetahuan ke segala penjuru Eropa. Di masa kejayaan Islam di Andalusia, pemerintahnya memimpin secara adil serta membawa kehidupan rakyatnya makmur dan aman. Tidak ada diskriminasi atau penindasan termasuk kepada warga minoritas non-muslim. Semuanya diayomi dan diperlakukan secara baik selama tidak melanggar hukum yang berlaku. Bahkan, orang-orang nonmuslim, juga diberi kesempatan menduduki posisi strategis dalam pemerintahan.

Kejayaan Islam di sana ditandai pula dengan dikuasainya kota-kota penting seperti Toledo, Saragosa, Cordoba, Valencia, Malaga, Seville, Granada dan yang lainnya. Panji-panji dan kebesaran Islam tercermin dari arsitektur bangunan, kebudayaan, dan kemajuan ilmu pengetahuan. Banyak para ilmuwan muslim terkemuka lahir di masa itu. misalnya: Ibnu Rusyd (Averous), Ibnu Hazm, Ibnu Thufail, Ibnu Bajah, Ibnu Batutah, Ibnu Khaldun Ibn Malik “Alfiyah”, dll. Sayangnya, konflik internal yang berujung perebutan kekuasaan terjadi di antara para pemimpin muslim. Umat Islam menjadi lemah. Akhirnya, Raja Ferninand dan isterinya Ratu Isabella berhasil menaklukkan kekuasaan Islam setelah Granada, benteng terakhir kaum muslimin di Andalusia, jatuh ke tangan bangsa Eropa.

Seiring jatuhnya pemerintahan Islam, peninggalan Islam dibakar. Begitu pula kitab-kitab karya Imam Ghazali. Ribuan koleksi perpustakaan umum al Ahkam II dihanyutkan ke sungai. Masjid-masjid dialihfungsikan menjadi gereja. Kabarnya, 2/3 gereja-gereja masyhur (cathedral) di sejumlah kota di Andalusia merupakan bekas masjid. Pemurtadan memang terjadi di mana-mana. Eksekusi massal, pengusiran, serta beragai tindak kesewenang-wenangan harus pula dialami umat Islam. Padahal, ketika pemerintahan Islam berdiri, warga non-muslim yang tunduk pada pemerintah, diperlakukan secara baik. Mereka juga diberi kebebasan memilih agama. Meskipun demikian bukti  kemajuan peradaban Islam di Andalusia masih terlihat dengan jelas. Hal ini terlihat melalui sisa-sisa bangunan bersejarah dari Toledo hingga Granada, dari Istana Cordova hingga Alhambra.

Itulah Andalusia, sepotong surga yang hilang. Semoga kita mampu menemukannya kembali di tempat lain atau menciptakannya di masa mendatang. (rz)

Sumber ://www.koperasisyariah212.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed Template By Blogger Templates - Powered by GusDarMeDia